Rabu, 11 Mei 2011

On 06.48 by dkclumajang
MENILIK PAYUNG HUKUM GERAKAN PRAMUKA

Dewan Kerja Masih Diakui (!)/(?))

Salam pramuka,

65 tahun sudah bendera Merah Putih berkibar di daratan Nusantara. Banyak pembangunan dan kemajuan yang telah diraih oleh bangsa ini. Kemerdekaan dan demokrasi yang tak diragukan lagi, pendidikan yang semakin maju, pembangunan dimana – mana dan hak asasi yang terjamin. Ini tentu sebuah prestasi yang membanggakan. Terutama, apabila kita coba menengok kembali sejarah perjuangan yang pada hakikatnya tidak terlepas dari jasa para pandu Indonesia yang sejak setengah abad yang lalu hingga saat ini terus kita kembangkan bersama sabagai Gerakan Pramuka.


Rasa bangga seolah menjadi kekuatan bagi para anggota Pramuka untuk terus bersemangat memandu di negeri tercinta. Kini, gerakan kita semakin menjadi sorotan banyak orang, terutama, dalam perannya sebagai wadah pembangunan karakter kebangsaan, terutama bagi kaum muda. Pramuka semakin dilirik sebagai badan yang strategis untuk hal pembentukan karakter tersebut dan hal ini perlu dukungan tentunya, utamanya dari badan penyelenggara Negara, ya, dengan payung hukum dari undang – undang. Anggota Pramuka seluruh Indonesia kiranya boleh bersorak, dengan keluarnya Undang – Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka menjadikan Gerakan Pramuka sebagai organisasi kepanduan dengan perlindungan hukum undang – undang sejak tanggal disahkannya pada 24 November 2010 di Jakarta.


Kita patut bangga dengan prestasi ini. Dengan perjuangan kita selama ini Pramuka berhasil dilirik sebagai organisasi kepanduan yang perlu ada dan digalakkan di negeri tercinta. Namun demikian, kita juga tidak boleh sekedar bangga mendengar kabar menggembirakan ini. Sejogjanya kita juga harus paham, apa dan bagaimana isi dari UU No. 12 tahun 2010 ini. Agar kita dapat mengerti, bagaimana posisi Gerakan Pramuka di mata hukum Negara. Bagi yang belum memiliki dapat di download di


Baiklah, dari keseluruhan isi yang kita baca, secara umum kita dapat melihat adanya sejumlah hal baru yang muncul ke permukaan, yakni ; disebutkannya Pusat pendidikan dan pelatihan (Pusdiklat) sebagai satuan pendidikan kepramukaan yang membawahi segala bentuk kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka pasal 16a dan disebutkannya satuan karya pramuka (saka), gugus darma, satuan komunitas pramuka, dan pusat informasi sebagai satuan organisasi pendukung gerakan pramuka (pasal 32 ayat (1)).
Lalu, apa yang aneh? Coba kita baca lagi kedua pasal tersebut dengan teliti, lalu resapi. Tetap tidak ada yang aneh! Ya, kecuali jika kita melihatnya dari kacamata seorang penegak pandega. Kita pahami dulu pusdiklat, badan yang dibentuk kwartir dalam upaya meningkatkan pendidikan kepramukaan. Badan ini memiliki struktur kepengurusan serupa kwartir, yakni oleh unsur anggota dewasa. Jika kita lihat selama ini kegiatan kepramukaan yang dikelola oleh kwartir Gerakan Pramuka mencakup keseluruhan, namun, khusus bagi pramuka golongan penegak dan pandega ditangani secara tersendiri oleh dewan kerja yang ada di kwartir.  Dewan kerja sebagai wadah pembinaan dan kaderisasi kepemimpinan selama ini turut mewarnai perjuangan misi organisasi. Dengan kegiatan – kegiatan pelatihannya seperti KPDK, LPK Dianpinsa, dsb. ini merupakan wadah pembinaan bagi kaum muda, dengan prinsip dari oleh dan untuk penegak pandega. Apa jadinya kalau kegiatan kita yang selama kita bina justru dipegang dan dibina oleh anggota dewasa?. Kemudian, ingatkah rekan-rekanku terhadap alasan dipersatukannya pandu-pandu Indonesia sebelum 1961 menjadi satu di Gerakan Pramuka? Ya, ini tentu bertujuan untuk menghindari sparatisme dan perpecahan persatuan antar pandu sendiri,  yang diusung oleh pandu sebagai semangat persatuan bagi bangsa. Lalu, bagaimana bunyi satuan komunitas pramuka yang ada di undang-undang. Memang tidak ada masalah, tetapi andai saja bunyi ini dapat diperjelas agar tidak terjadi multitafsir dan dipersalah gunakan oleh orang-orang tak bertanggung jwab, misalkan komunitas orang jahat dengan berkedok Pramuka, tentunya ini dapat menjadi bumerang bagi kita sendiri. Terakhir, disebutnya Satuan Karya yang secara jelas disini. Jika kita melihat kembali, tugas pokok dan fungsi Dewan Kerja ialah mengelola kegiatan penegak dan pandega yang ada di Kwartir. Dengan menguatnya status Saka sebagai satuan organisasi, dikhawatirkan ini justru dapat menjadikan perpecahan di tubuh penegak pandega sendiri. Bagaimanapun, orang – orang yang didasari pemikiran yang berbeda-beda sejatinya ditangani oleh satu badan.


Berbicara tetntang Dewan Kerja, sekarang, coba rekanku baca lagi, mulai awal hingga akhir dari pasal per pasal undang-undang tersebut, nyaris tidak disebutkan tentang DEWAN KERJA. Apa artinya ini? Apakah keberadaan dewan kerja sebagi wadah pembinaan dan kaderisasi kepemimpinan bagi penegak pandega sudah dipandang tak lagi dibutuhkan? Bagaimana nasib kegiatan penegak dan pandega nanti?


Lalu kenapa? Bukankah itu urusan dewan kerja? Apa ruginya untuk kami?


Baik, mari saya bawa rekan-rekanku ke titik-titik permasalahan.
Dalam Gerakan Pramuka, alasan dibedakannya golongan penegak dan pandega, serta dibentuknya Dewan Kerja sebagai badan kelengkapan Kwartir yang secara khusus di membina kegitan penegak dan pandega, yakni karena kedinamisan hidup seorang penegak dan pandega, keingintahuan seorang penegak pandega yang begitu besar, dan kebutuhan pendidikan bagi penegak pandega yang berbeda dengan siaga, penggalang ataupun dewasa, atau lebih singkatnya yang selama ini disebut dengan dunia remaja. Semua setuju, hal ini butuh perhatian khusus dari pihak yang benar-benar mengerti kebutuhhan penegak pandega. Apa jadinya jika pengelolaan kegiatan kita justru berpindah tangan kepada anggota dewasa di Pusdiklat? (sebagai gambaran, silakan renungkan kegiatan siaga, penggalang dan dewasa yang selama ini dikelola andalan kwartir). Ya, ini tentu sangat memberatkan hati bagi kebanyakan penegak pandega. Melihat hal yang demikian, sejatinya kita dapat berpegang teguh pada prinsip hidup kita yakni dari, oleh dan untuk penegak pandega sebagai prinsip menuju kemandirian hidup di dunia.


Munculnya gerakan-gerakan tak bertanggung jawab di tanah air ini sudah cukup memusingkan aparat pemerintahan. Apa jadinya jika bunyi dari “satuan komunitas pramuka” di UU Gerakan Pramuka didengar dengan tidak menyeluruh oleh orang-orang yang tidak bertanggung awab. Ini tentu akan memberi pengaruh yang sangat besar, jika orang tak bertanggung jawab tersebut, membentuk suatu gerakan tak bertanggung jawab dengan kedok komunitas pramuka. naudzubillah, semoga tak terjadi. Selain itu, pasal ini tentu juga semakin menguatkan perhimpunan kepanduan yang lain, seperti Hisbul Wathan, dalam berkiprah diluar naung metode kepramukaan, ini kembali mengingatkan saya kepada kekhawatiran Bung Karno akan persatuan gerakan kepanduan di Indonesia, dengan semangat nasionalismenya mungkin akan memperkeruh perbedaan-perbedaan pemikiran yang terdapat pada keduanya. apa kemungkinan yang dapat terjadi? Ya, kita do’akan saja yang terbaik.


Perihal menguatnya Saka, saya menanggapi hal ini lebih mirip dengan dikhawatirkannya perpecahan antar gerakan kepanduan Indonesia, bedanya, hal ini dapat terjadi di internal Gerakan Pramuka, khususnya bagi pada golongan penegak dan pandeganya. Terdapatnya dua pengelola kegiatan pramuka penegak dan pandega dikhawatirkan memicu pergesekan antar keduanya.


Lalu bagaimanakah nasib Dewan Kerja di seluruh Indonesia? Saya yakin, semua orang mempertanyakannya. Kendati keberadaan Dewan Kerja telah disebut di Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, namun asas Lex superior derogate leghi imperior atau hukum yang baru dapat menggantikan hukum yang lama tetap dapat menggugurkannya. Selain itu, kita ketahui jelas bahwa UU di Negara ini memegang kekuasaan tertinggi urusan hukum di Indonesiai. Jadi, silakan menyimpulkan!


Ya, demikianlah isu-isu yang sempat muncul kepermukaan, dan panas seketika, mengiringi disambutnya UU Gerakan Pramuka sebagai payung hukum kita, pijakan baru eksistensi pramuka. isu ini sempat semakin dibesarkan oleh Sekretaris Cabang Kwarcab Pramuka Lumajang dalam closing ceremony KPDK Lumajang 2011. Ini benar-benar memberi efek kejut bagi seluruh peserta, terlebih bagi Dewan Kerja pelaksana tentunya.


Lalu, bagaiamana seharusnya sikap kita, kaitannya dengan hal tersebut? Banyak pemikiran-pemikiran bermunculan, adapula yang pasrah menyerah, beragam dan unik.


Nah, sekrang, mari kita buka lembar-lembar terakhir UU tersebut, di bagian penjelasan pasal – pasal. Ada secercah cahaya di penjelasan pasal 23. Disana tertulis kira-kira demikian “Dalam setiap kwartir dibentuk dewan kerja sebagai badan kelengkapan kwartir”  dan saya rasa ini menjawab semuanya.

Mungkin sekarang rekan-rekan mulai berpikir, kenapa saya mengangkat permasalahan yang sudahjelas ada jawabannya, kurang kerjaan. Ya, saya terima, mungkin ini memang sepele, namun jika kita resapi, kita pikir, seorang yang membaca UU Gerakan Pramuka (mungkin juga UU-UU yang lain) akan sangat jarang membuka lembar penjelasan. Secara automatis ia tidak akan mengetahui tentang kedewankerjaan yang justru terdapat di lembar penjelasan tersebut. Kemungkinan apa yang terjadi? Tentunya kemungkinan eksistensi Dewan Kerja dilupakan serta perhatian kepada penegak pandega mungkin juga akan dihapuskan.
Sekarang mari mengambil hikmahnya, dari kesamaran status Dewan Kerja dan isu yang dibesarkan Sekcab Lumajang, dari pembacaannya saja sudah terlihat bahwa kita benar-benar dituntut untuk dapat teliti di setiap hal, apalagi membaca. Luput satu kata saja tak terbaca, atau konsentrasi yang tidak baik mungkin akan dapat menghapuskan status Dewan Kerja di pikiran kita (secara teori, yang tak pernah tersebut atau didengar oleh pikiran kita akan secara perlahan menghilang). Selanjutnya, ini mungkin menjadi sebuah tuntutan, kinerja Dewan Kerja harus ditingkatkan, atau kata “Dewan Kerja” tidak haya ditulis di bagian paling balakang, tapi mungkin diluar teks peraturan – peraturan penyelenggaraan Gerakan Pramuka. kiprah penegak pandega harus lebih ditampakaan dengan dorongan penuh dari Dewan Kerja. Sukseskan revitalisasi Gerakan Pramuka, jadikan Pramuka lebih indah. Dengan demikian, kedudukan Dewan Kerja sebagai wadah kaderisasi tidak hanya menguat tetapi dimungkinkan untuk mendapat kursi di jajaran pengurus kwartir, ya, selaku andalan, seperti cita-cita yang diusung kak Zam-Zami Sabiq ketika memandu Pramuka Jatim selaku DKD.01 Jatim.


Selanjutnya, mari kita lebih berinstrospeksi, agar kekurangan-kekurangan yang selama ini mungkin abu-abu dan bersifat sepele, dapat lebih kita cermati untuk kita atasi bersama.


Demikian sekelumit pembahasan menegani payung hukum kita yang baru, yang lebih besar dan kuat, semoga dapat diambi manfaatnya. Terima kasih dan salam pramuka!

 oleh robi zam-zam m.f.